FASHAL DAN WASHAL
A. FASHAL
ð Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat
lain dengan tanpa athaf wawu.
Tiga tempat wajib difashalkan :
a.
Kamaalul Ittishaal (kesinambungan yang
sempurna)
ð
Kalimat kedua sebagai taukid, bayan, dan badal
وَمَاالدَّهْرُ إِلَّا مِنْ رُوَاةِ قَصَائِدِى إِذَا قُلْتُ شِعْرًا أَصْبَحَ الدَّهْرُ مُنْشِدَا
“Waktu
itu tiada lain hanyalah para penutur qasidahku. Bila aku membacakan sebuah
syair, maka waktu akan mendendangkannya.”
Identifikasi
: kalimat kedua sebagai taukid kalimat pertama.
b. Kamaalul Inqitha’ (keterputusan yang sempurna)
ð
Dua kalimat tersebut ada perbedaan yang sangat jauh.
ð
Adanya khabar dan insya’.
ð
Tidak ada kesesuaian sama sekali diantara dua kalimat tersebut.
يَا صَاحِبَ الدُّنْيَا المُحِبُّ لَهَا
أَنْتَ الَّذِي لَا يَنْقَضِى تَعَبُهْ
“Wahai
pemilik harta yang mencintainya, engkau adalah orang yang tidak akan habis
kepayahannya.”
Identifikasi
: kalimat pertama termasuk kalam insya’, kalimat kedua termasuk kalam khabar.
c.
Syibhu Kamaalul Ittishaal (kemiripan kesinambungan
yang sempurna)
ð
Kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari kalimat
pertama.
لَيْسَ الحِجَابُ بِمُقْصٍ عَنْكَ لِى أَمَلًا إِنَّ السَّمَاءَ تُرَجَّى حِيْنَ تَحْتَجِبُ
“Penghalang
itu tidak menjauhkan cita-citaku untuk mendapatkan kamu. Sesungguhnya langit
itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi mendung.”
Identifikasi
: kalimat kedua merupakan jawaban bagi pertanyaan yang muncul dari kalimat
pertama. Penghalang harapan yang diserupakan dengan langit yang terhalang
mendung.
B. WASHAL
ð
Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan athaf wawu.
Tiga tempat wajib di washalkan :
a.
Kalimat kedua disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum i’rabnya.
وَ حُبُّ العَيْشِ أَعْبَدَ كُلَّ حُرٍّ
وَ عَلَّمَ سَاغِبًا أَكْلَ المُرَارِ
“Cinta
kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar
untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.”
Identifikasi
: kalimat pertama (أَعْبَدَ كُلَّ حُرّ) memiliki
kedudukan dalam i’rab karena menjadi khabar yang jatuh sebelumnya, dan
pembicaraannya bermaksud menyertakan kalimat kedua.
b.
Kedua kalimat sama-sama khabar/insya’, bersesuaian maknanya.
لَا وَفَاءَ لِكَذُوبٍ وَلَا رَاحَةَ لِحَسُودٍ
“Tidak
ada kesetiaan bagi seorang pembohong, dan tidak ada ketenangan bagi orang
pendengki.”
Identifikasi
: kedua kalimat tersebut sama-sama termasuk kalam khabar, dan bersesuaian
maknanya.
c.
Kedua kalimat tersebut berbeda khabar dan insya’nya, dan jika difashalkan akan
menimbulkan kesalahpahaman.
لَا وَ كُفِيْتَ شَرَّهَا
“Tidak,
semoga engkau dicukupi dari kejahatannya.”
Identifikasi
: diwashalkan karena adanya perbedaan kalam khabar dan insya’, dan jika
difashalkan (tanpa wawu) akan menjadi kesalahpahaman yang menyalahi maksud
semula.
izinkan saye jadikan tulisan ini sebagai rujukan
BalasHapusSumber rangkuman di atas ➡ buku Terjemahan Alkitab Balaghatul Wadhihah (Ali Al Jaarim & Musthofa Amin).
BalasHapusTafaddhol yg mau jadikan sbg rujukan. .