Kamis, 24 Desember 2015

Rangkuman Balaghoh, Fashal dan Washal



FASHAL DAN WASHAL
A.     FASHAL
ð  Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan tanpa athaf wawu.
Tiga tempat wajib difashalkan :
a.      Kamaalul Ittishaal (kesinambungan yang sempurna)
ð  Kalimat kedua sebagai taukid, bayan, dan badal
وَمَاالدَّهْرُ إِلَّا مِنْ رُوَاةِ قَصَائِدِى  إِذَا قُلْتُ شِعْرًا أَصْبَحَ الدَّهْرُ مُنْشِدَا
“Waktu itu tiada lain hanyalah para penutur qasidahku. Bila aku membacakan sebuah syair, maka waktu akan mendendangkannya.”
Identifikasi : kalimat kedua sebagai taukid kalimat pertama.
b.     Kamaalul Inqitha’ (keterputusan yang sempurna)
ð  Dua kalimat tersebut ada perbedaan yang sangat jauh.
ð  Adanya khabar dan insya’.
ð  Tidak ada kesesuaian sama sekali diantara dua kalimat tersebut.
يَا صَاحِبَ الدُّنْيَا المُحِبُّ لَهَا  أَنْتَ الَّذِي لَا يَنْقَضِى تَعَبُهْ
“Wahai pemilik harta yang mencintainya, engkau adalah orang yang tidak akan habis kepayahannya.”
Identifikasi : kalimat pertama termasuk kalam insya’, kalimat kedua termasuk kalam khabar.
c.      Syibhu Kamaalul Ittishaal (kemiripan kesinambungan yang sempurna)
ð  Kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama.
لَيْسَ الحِجَابُ بِمُقْصٍ عَنْكَ لِى أَمَلًا  إِنَّ السَّمَاءَ تُرَجَّى حِيْنَ تَحْتَجِبُ
“Penghalang itu tidak menjauhkan cita-citaku untuk mendapatkan kamu. Sesungguhnya langit itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi mendung.”
Identifikasi : kalimat kedua merupakan jawaban bagi pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama. Penghalang harapan yang diserupakan dengan langit yang terhalang mendung.
B.     WASHAL
ð  Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan athaf wawu.
Tiga tempat wajib di washalkan :
a.        Kalimat kedua disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum i’rabnya.
وَ حُبُّ العَيْشِ أَعْبَدَ كُلَّ حُرٍّ  وَ عَلَّمَ سَاغِبًا أَكْلَ المُرَارِ
“Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.”
Identifikasi : kalimat pertama (أَعْبَدَ كُلَّ حُرّ) memiliki kedudukan dalam i’rab karena menjadi khabar yang jatuh sebelumnya, dan pembicaraannya bermaksud menyertakan kalimat kedua.
b.        Kedua kalimat sama-sama khabar/insya’, bersesuaian maknanya.
لَا وَفَاءَ لِكَذُوبٍ وَلَا رَاحَةَ لِحَسُودٍ
“Tidak ada kesetiaan bagi seorang pembohong, dan tidak ada ketenangan bagi orang pendengki.”
Identifikasi : kedua kalimat tersebut sama-sama termasuk kalam khabar, dan bersesuaian maknanya.
c.         Kedua kalimat tersebut berbeda khabar dan insya’nya, dan jika difashalkan akan menimbulkan kesalahpahaman.
لَا وَ كُفِيْتَ شَرَّهَا
“Tidak, semoga engkau dicukupi dari kejahatannya.”
Identifikasi : diwashalkan karena adanya perbedaan kalam khabar dan insya’, dan jika difashalkan (tanpa wawu) akan menjadi kesalahpahaman yang menyalahi maksud semula.

2 komentar:

  1. izinkan saye jadikan tulisan ini sebagai rujukan

    BalasHapus
  2. Sumber rangkuman di atas ➡ buku Terjemahan Alkitab Balaghatul Wadhihah (Ali Al Jaarim & Musthofa Amin).
    Tafaddhol yg mau jadikan sbg rujukan. .

    BalasHapus