Jumat, 19 Februari 2016

Musawah, Ijaz, dan Ithnab



MUSAWAH, IJAZ, DAN ITHNAB
A.     MUSAWAH
ð  Pengungkapan kalimat dimana antara makna dan lafaz seimbang, tidak ada penambahan ataupun pengurangan.
وَلَا يَحِيْقُ المَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِاَهْلِهِ
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa kecuali atas orang yang merencanakannya.” (S. Al-Faathir : 43)
Identifikasi : lafaz dan maknanya dalam kalimat tsb seimbang. Kata-kata yang tersusun sama dengan banyaknya makna.
B.     IJAZ
ð  Mengumpulkan makna yang banyak dalam kata-kata yang ringkas dengan jelas dan fasih.
Macam-macam Ijaz :
a.      Ijaz Qishar
= ijaz dengan cara menggunakan ungkapan yg pendek, namun mengandung banyak makna tanpa pembuangan kata/kalimat.
الضَّعِيْفُ أَمِيْرُ الرَّكِيْبِ
“Orang yang lemah itu penguasa suatu rombongan musafir.”
Identifikasi :  kalimat ini mencakup beberapa makna. Diantaranya, setiap orang yang kuat harus menuruti permintaan orang yg lemah, sopan santun dalam perjalanan dan keharusan memperhatikan nasib orang yang lemah.
b.     Ijaz Hadzf
= ijaz dengan cara membuang sebagian kata dengan syarat ada karinah yang menunjukkan adanya lafaz yg dibuang tsb.
وَجَاءَ رَبُّكَ وَ المَلَكُ صَفًّا صَفًّا
“Dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat-malaikat berbaris.” (Surat Al-Fajr : 22)
Identifikasi : ada kata yang dibuang yaitu kata amru (perintah), karena maksud kalimat diatas, yang datang bukan dzatnya melainkan perintahnya.
C.      ITHNAB
ð  Bertambahnya lafaz dalam suatu kalimat melebihi makna kalimat tersebut karena suatu hal yang berfaedah.
Teknik Ithnab :
1.     Dzikrul-khash ba’dal-‘am
= menyebutkan lafaz khusus setelah lafaz umum. Faedahnya untuk mengingatkan kelebihan sesuatu yang khas itu.
تَنَزَّلُ المَلَئِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril.” (Surat Al-Qadr : 4).
Identifikasi : lafaz khusus yaitu Malikat Jibril. Karena malaikat jibril memiliki keistimewaan dari malaikat-malaikat lainnya.
2.     Dzikrul-‘am ba’dal-khash
= menyebutkan lafaz umum setelah lafaz khusus. Faedahnya untuk menunjukkan keadaan khas.
رَبِّ اغْفِرْلِي وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِي مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ المُؤْمِنَاتِ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, dan semua orang yang beriman, laki-laki dan perempuan.” (Surat Al-Hijr : 66)
Identifikasi : lafaz umum yaitu laki-laki dan perempuan. Karena permintaan ampunan agar khasnya lebih diperhatikan.
3.     Al-Idhah ba’dal-Ibham
= menyebutkan makna yang jelas setelah menyebutkan makna yang tidak jelas. Faedahnya untuk mempertegas makna.
وَقَضَيْنَا اِلَيْهِ ذَلِكَ الاَمْرَ اَنَّ دَابِرَ هَؤُلَاءِ مَقْطُوعٌ مُّصْبِحِيْنَ
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu Subuh.”
Identifikasi : kalimat yang bergaris bawah sebagai Al-Idhah (mempertegas kalimat pertama (Ibham)).
4.     Tikrar
= mengulangi penyebutan lafaz. Faedahnya untuk mengetuk jiwa pendengar thd makna yg dimaksud, tahassur (ekspresi kemalangan), menghindari kesalahpahaman.
يَدْعُونَ عَنْتَرَ وَ الرِّمَاحُ كَأَنَّهَا  أَشْطَانِ بِئْرٍ فِي لَبَانِ الأَدْهَمِ
يَدْعُونَ عَنْتَرَ وَ السُّيُوفُ كَأَنَّهَا  لَمْعُ البَوَارِقِ فِي سَحَابٍ مُظْلِمٍ
“Mereka mengundang ‘Antarah, sedangkan panah-panah itu seakan-akan tambang sumur di dada kuda. Mereka mengundang ‘Antarah, sedangkan pedang-pedang itu seakan-akan cahaya kilat diawan yang gelap.”
Identifikasi : pengulangan kata yang bergaris bawah tsb untuk meneguhkan makna kalimat.
5.     I’tiradh
= memasukkan anak kalimat ke tengah-tengah kalimat. Anak kalimat tsb tidak memiliki kedudukan dlm i’rab.
ألَا زَعَمَتْ بَنُوسَعْدٍ بِأَنِّى  - ألَا كَذَبُوا – كَبِيْرُ السِّنِّ فَانِى
“Apakah anak-anak Sa’ad tidak beranggapan bahwa saya - sebenarnya mereka bohong – adalah orang yang sudah tua dan akan musnah?.”
Identifikasi : kalimat bergaris bawah adalah kalimat sisipan, untuk membantah tuduhan (tidak menunggu kalam selesai).
6.     Tadzyil
= mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang mencakup maknanya. Faedahnya untuk taukid.
Macam-macam Tadzyil :
-          Jaarin Majral-mitsl = berlaku peribahasa, tidak tergantung kepada kalimat pertama.
تَزُورُ فَتًى يُعْطِى عَلَى الحَمْدِ مَالَهُ  وَ مَنْ يُعْطِ أَثْمَانَ المَحَامِدِ يُحْمَدِ
“Engkau menengok seorang pemuda yang memberikan hartanya berkata pujian. Siapa orangnya yang memberi karena dipuji adalah orang terpuji.”
Identifikasi : kalimat kedua itu termasuk peribahasa yang tidak tergantung kepada kalimat pertama.
-          Ghairu Jaarin Majral-mitsl = tidak berlaku peribahasa, tergantung kepada kalimat pertama.
لَمْ يُبْقِ جُودُكَ لِى شَيْئًا أُؤَمِّلُهُ  تَرَكْتَنِى أَصْحَبُ الدُّنْيَا بِلَا أَمَلِ
“Kemurahanmu tidak lagi menyisakan bagiku sesuatu yang dapat aku harapkan. Engkau meninggalkan aku menempuh kehidupan dunia tanpa harapan.”
Identifikasi : kalimat kedua bukan termasuk peribahasa yang tidak bisa lepas dari kalimat pertama.
7.     Ihtirash (penjagaan)
= menambahkan lafaz/kalimat untuk menghindari timbulnya kesalahpahaman.
صَبَبْنَا عَلَيْنَا_ ظَالمِيْنَ سِيَاطَنَا  فَطَارَتْ بِهَا أَيْدٍ سِرَاعٌ وَ أَرْجُلُ
“Kami cambukkan kepadanya cambuk-cambuk kami dengan zalim, maka melayanglah tangan dan kakinya dengan cepat.”
Identifikasi : kata yang bergaris bawah adalah kata tambahan, untuk menghindari kesalahpahaman seperti ada yang beranggapan bahwa kuda itu dungu dan berhak dipukul, atau kuda itu malas/tidak nurut.

Kamis, 24 Desember 2015

Rangkuman Balaghoh, Fashal dan Washal



FASHAL DAN WASHAL
A.     FASHAL
ð  Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan tanpa athaf wawu.
Tiga tempat wajib difashalkan :
a.      Kamaalul Ittishaal (kesinambungan yang sempurna)
ð  Kalimat kedua sebagai taukid, bayan, dan badal
وَمَاالدَّهْرُ إِلَّا مِنْ رُوَاةِ قَصَائِدِى  إِذَا قُلْتُ شِعْرًا أَصْبَحَ الدَّهْرُ مُنْشِدَا
“Waktu itu tiada lain hanyalah para penutur qasidahku. Bila aku membacakan sebuah syair, maka waktu akan mendendangkannya.”
Identifikasi : kalimat kedua sebagai taukid kalimat pertama.
b.     Kamaalul Inqitha’ (keterputusan yang sempurna)
ð  Dua kalimat tersebut ada perbedaan yang sangat jauh.
ð  Adanya khabar dan insya’.
ð  Tidak ada kesesuaian sama sekali diantara dua kalimat tersebut.
يَا صَاحِبَ الدُّنْيَا المُحِبُّ لَهَا  أَنْتَ الَّذِي لَا يَنْقَضِى تَعَبُهْ
“Wahai pemilik harta yang mencintainya, engkau adalah orang yang tidak akan habis kepayahannya.”
Identifikasi : kalimat pertama termasuk kalam insya’, kalimat kedua termasuk kalam khabar.
c.      Syibhu Kamaalul Ittishaal (kemiripan kesinambungan yang sempurna)
ð  Kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama.
لَيْسَ الحِجَابُ بِمُقْصٍ عَنْكَ لِى أَمَلًا  إِنَّ السَّمَاءَ تُرَجَّى حِيْنَ تَحْتَجِبُ
“Penghalang itu tidak menjauhkan cita-citaku untuk mendapatkan kamu. Sesungguhnya langit itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi mendung.”
Identifikasi : kalimat kedua merupakan jawaban bagi pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama. Penghalang harapan yang diserupakan dengan langit yang terhalang mendung.
B.     WASHAL
ð  Menggabungkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan athaf wawu.
Tiga tempat wajib di washalkan :
a.        Kalimat kedua disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum i’rabnya.
وَ حُبُّ العَيْشِ أَعْبَدَ كُلَّ حُرٍّ  وَ عَلَّمَ سَاغِبًا أَكْلَ المُرَارِ
“Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.”
Identifikasi : kalimat pertama (أَعْبَدَ كُلَّ حُرّ) memiliki kedudukan dalam i’rab karena menjadi khabar yang jatuh sebelumnya, dan pembicaraannya bermaksud menyertakan kalimat kedua.
b.        Kedua kalimat sama-sama khabar/insya’, bersesuaian maknanya.
لَا وَفَاءَ لِكَذُوبٍ وَلَا رَاحَةَ لِحَسُودٍ
“Tidak ada kesetiaan bagi seorang pembohong, dan tidak ada ketenangan bagi orang pendengki.”
Identifikasi : kedua kalimat tersebut sama-sama termasuk kalam khabar, dan bersesuaian maknanya.
c.         Kedua kalimat tersebut berbeda khabar dan insya’nya, dan jika difashalkan akan menimbulkan kesalahpahaman.
لَا وَ كُفِيْتَ شَرَّهَا
“Tidak, semoga engkau dicukupi dari kejahatannya.”
Identifikasi : diwashalkan karena adanya perbedaan kalam khabar dan insya’, dan jika difashalkan (tanpa wawu) akan menjadi kesalahpahaman yang menyalahi maksud semula.